EVALUASI PROGRAM WOW MANTUL DI WILAYAH PUSKESMAS PANDAK 1
Oleh :
- dr Dewi Cahyaningrum (NIP. 197803272005012014)
- dr Ghea Provita Nafitiana
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG MASALAH
Dengue adalah suatu infeksi arbovirus akut, ditularkan oleh nyamuk spesies Aedes. Dikenal ada 4 serotipe virus dengue yaitu tipe 1, tipe 2, tipe 3, dan tipe 4. Serotipe virus dengue tipe 3 merupakan tipe yang paling ganas menyerang.
Sampai saat ini telah diketahui beberapa nyamuk sebagai vektor dengue. Di Indonesia, walaupun vektor DHF belum diselidiki secara luas, Aedes aegypti diperkirakan sebagai vektor terpenting di daerah perkotaan, sedangkan Aedes albopictus di daerah pedesaan.
Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan suatu spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit paling ringan, dengue fever, dengue haemorragic fever (DHF) atau DBD (Demam Berdarah Dengue) dan Dengue Shock Syndrome (DSS).
Manifestasi klinis bisa berupa demam tinggi mendadak dengan gejala prodroma berupa nyeri kepala, nyeri berbagai bagian tubuh, anoreksia, menggigil, dan malaise. Ruam bersifat makulopapular yang menghilang pada tekanan. Pada penderita DHF yang disertai renjatan, setelah demam berlangsung selama beberapa hari, keadaan umum penderita tiba-tiba memburuk. Hal ini biasanya terjadi pada saat atau setelah demam menurun yaitu di antara hari ke-3 dan ke-7 sakit. Pada sebagian besar penderita dengan renjatan ditemukan tanda kegagalan peredaran darah, kulit teraba lembab dan dingin, sianosis sekitar mulut dan nadi menjadi cepat dan lembut.
Penyakit Dengue pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Jakarta dan Surabaya. Pada tahun 2010 penyakit dengue telah tersebar di 33 propinsi, 440 kabupaten/ kota. Sejak pertama kali ditemukan kasus DBD meningkat terus bahkan sejak tahun 2004 kasus meningkat sangat tajam.
Pada tahun 2010, DIY menempati urutan ke-4 untuk angka kejadian DBD di Indonesia. Salah satu kabupaten di DIY yang juga merupakan salah satu daerah endemik DBD di Indonesia adalah Bantul. Dari beberapa kecamatan yang terdapat di Bantul, Pandak adalah salah satu kecamatan di Bantul dengan insiden DBD menempati urutan pertama pada tahun 2017. Wijirejo dan Gilangharjo merupakan dua dari empat desa yang ada di Kecamatan Pandak, sekaligus merupakan wilayah kerja Puskesmas Pandak I. Kejadian DBD di Wijirejo dan Gilangharjo relatif fluktuatif dengan angka yang tinggi, Nilai ABJ pun berfluktuatif namun belum pernah mencapai angka 100% sehingga tidak mengherankan jika kejadian DBD selalu ada setiap tahun terutama saat musim hujan. Hal ini juga menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat untuk melaksanakan Program Pemberantasan Sarang Nyamuk belum baik. Pasien DBD jika jatuh dalam kondisi syok maka resiko kematiannya tinggi dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Karena itu mencegah untuk tidak terkena DBD sangat diutamakan.
Di Kecamatan Pandak terdapat kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk seminggu sekali di mana dari pihak puskesmas akan turun ke dusun bersama pamong atau tokoh masyarakat beserta kader untuk melaksanakan pemantauan ABJ di dusun yang telah ditentukan, Dengan ini diharapkan masyarakat giat melaksanakan Pemberantasan Sarang Nyamuk karena ABJ-nya akan ditinjau oleh pihak puskesmas dan pamong sehingga kejadian DBD dapat dicegah atau dikurangi.
Pada tahun 2022 Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul melaksanakan WoW Mantul. WoW Mantul singkatan dari Wolbachia wis Masuk Bantul. Ini merupakan program pengendalian Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan teknologi nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia di Wilayah Kabupaten Bantul. Program ini dilaksanakan dengan bekerja sama bersama World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta. Program ini merupakan program pelengkap program pengendalian dengue yang sudah ada. Manfaat Teknologi Nyamuk Ber-Wolbachia ini adalah :
- Terbukti efektif dalam menghambat penularanvirus dengue dan mampu menurunkan 77% kasus dengue
- Terbukti menurunkan kasus dengue yang dirawat di Rumah Sakit sebesar 86%.
- LANDASAN TEORI
PERUMUSAN MASALAH
Demam Berdarah Dengue masih merupakan masalah yang penting dikarenakan angka kejadiannya di Bantul, dan termasuk di Desa Wijirejo dan Desa Gilangharjo yang termasuk wilayah kerja Puskesmas Pandak 1 masih relatif tinggi. Program PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) telah dilaksanakan di Kecamatan Pandak dan melibatkan lintas sector, tetapi Angka Bebas Jentik (ABJ) tetap saja belum bisa 100%. Hal ini yang menyebabkan kejadian DBD selalu ada dari waktu ke waktu bahkan angkanya cukup tinggi.
Bantul merupakan salah satu wilayah endemis DBD, dan Pandak merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bantul. Untuk mengendalikan kejadian DBD di masyarakat, maka Dinas Kesehatan Bantul bekerja sama dengan World Mosquito Program (WMP) menyelenggarakan Program WoW Mantul (Wolbachia Wis Masuk Bantul).
Untuk mengetahui apakah benar teknologi Wolbachia ini mampu menurunkan kasus dengue atau DBD, maka dilakukan kajian angka kejadian DBD sebelum dan setelah pelaksanaan teknologi Wolbachia.
TUJUAN
Tujuan penulisan ini adalah untuk meneliti apakah Program WoW Mantul di Puskesmas Pandak 1 berhasil. Artinya setelah dilepaskan nyamuk Aedes yang berwolbachia maka angka kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Pandak 1 yang meliputi Wijirejo dan Gilangharjo terjadi penurunan sesuai teori yang ada.
MANFAAT KAJIAN
Manfaat dari kajian ini adalah untuk membuktikan bahwa Program Wow Mantul (pelepasan nyamuk Aedes berwolbachia di wilayah Puskesmas Pandak 1) dapat menurunkan penularan dan angka kejadian DBD di Puskesmas Pandak 1. Selanjutnya penelitian ini dapat dijadikan dasar dan acuan untuk mengembangkan program ini di wilayah lain. Diharapkan wilayah lain dapat mengadopsi program ini sehingga dapat menurunkan angka kejadian DBD di wilayah tersebut serta menurunkan angka kejadian DBD di tingkat nasional secara umum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi dan Epidemiologi
Dengue adalah suatu infeksi arbovirus (arthropod-borne virus) akut yang ditularkan oleh nyamuk spesies Aedes. Sampai saat ini telah diketahui beberapa nyamuk sebagai vektor dengue. Walaupun Aedes aegypti diperkirakan sebagai vektor utama penyakit Dengue hemorrhagic fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD).Di Indonesia diperkirakan Aedes aegypti merupakan vektor terpenting di daerah perkotaan, sedangkan Aedes albopictus di daerah pedesaan (Kemenkes RI, 2020).
Menurut Kemenkes RI pada tahun 2020, Daerah Istimewa Yogyakarta menempati posisi ke-3 dengan kejadian demam dengue tertinggi setelah Bali dan Nusa Tenggara Timur. Kabupaten Bantul menjadi kabupaten tertinggi dengan jumlah penderita demam dengue sebanyak 1.424 kasus (Kemenkes RI, 2020).
2.1.2 Diagnosis
Demam dengue adalah penyakit terutama terdapat pada anak remaja atau orang dewasa dengan tanda klinis demam, nyeri otot dan/ atau sendi yang disertai dengan leukopenia, denan atau tanpa ruam (rash) dan limfadenopati, demam bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada pergerakan bola mata, rasa mengecap yang terganggu, trombositopeni ringan dan bitnik- bitnik perdarahan (ptekie) spontan (Dinas Kesehatan Bantul, 2022).
Bentuk infeksi virus dengue bisa dengan gejala maupun tanpa gejala. Infeksi virus dengue yang dengan gejala dibagi dua yaitu : dengan tanda bahaya dan tanpa tanda bahaya. Infeksi virus dengue yang tanpa tanda bahaya disebut demam dengue, sedangkan yang dengan tanda bahaya dibagi dua lagi yaitu demam berdarah dengue (DBD) dan Dengue Syok Sindrom. Dengue Syok Sindrom ini yang bisa berakhir dengan kematian (Dinas Kesehatan Bantul, 2022).
Demam Dengue ditandai dengan demam tinggi 2-7 hari, pusing, nyeri belakang mata, nyeri perut, mual muntah, nyeri otot/sendi, ruam kulit, perdarahan, lekosit turun, trombosit turun menjadi ≤ 150.000, hematokrit naik 5- 10%. Demam Berdarah Dengue (DBD) ditandai dengan gejala Demam Dengue ditambah adanya perdarahan (tourniquet test +, gusi berdarah, mimisan, BAB berdarah/ berwarna hitam), kebocoran plasma (hematokrit naik), lekosit turun, trombosit turun menjadi ≤ 100.000, hematokrit naik ≥ 20%. Dengue Syok Sindrom ditandai dengan gejala DBD ditambah dengan nadi teraba cepat dan lemah, tekanan darah turun, kebocoran plasma, lekosit turun, trombosit turun ≤ 100.000, hematokrit naik ≥ 20%. Dengue Syok Sindrom ini yang biasanya dapat berakhir dengan kematian (Dinas Kesehatan Bantul, 2022).
2.1.3 Pencegahan
Berbagai metode pencegahan kasus demam berdarah telah dilaksanakan untuk membantu mengurangi angka kejadian demam dengue di Indonesia. Salah satunya adalah Upaya pengendalian vektor dengan pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (Cold fogging) menggunakan insektisida malathion (Hidana, 2017). Penggunakan insektisida tersebut justru dapat menyebabkan resistensi (Nurmaulina, 2016). Selain fogging, beberapa metode lain seperti pemberantasan sarang nyamuk (PSN) (Bestari, 2018), metode Teknik serangga mandul (TSM) (Suwandi, 2017), dan penggunaan ikan cupang telah dilaksanakan, namun metode tersebut dirasa kurang efektif. Metode baru yang dikembangkan untuk mengendalikan vektor demam dengue adalah penggunaan Wolbachia (Buchori, 2017).
Penularan Dengue dapat terjadi melalu gigitan nyamuk Aedes. Peran Wolbachia dalam penularan Dengue adalah menghambat replikasi virus di dalam tubuh nyamuk Aedes sehingga akan mengurangi kemampuan nyamuk untuk ,menularkan dengue. Selain itu, diharapkan umur nyamuk akan berkurang yang menyebabkan durasi nyamuk menjadi vektor penular dengue juga ikut berkurang. Wolbachia adalah bakteri alamiah yang umum ditemukan di serangga dan tidak berbahaya bagi manusia. Teknologi nyamuk berwolbachia terbukti efektif dalam menghambat penularan virus dengue dan mampu menurunkan 77% kasus dengue serta terbukti menurunkan kasus dengue yang dirawat di rumah sakit sebesar 86%. Wolbachia membuat potensi sebagai vektor sangat rendah, kalau menggigit hanya gatal tetapi risiko untuk terkena DBD sangat kecil (Dinas Kesehatan Bantul, 2022).
2.1.4 Program WoW Mantul
Pada tahun 2022 Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul menyelenggarakan Program WoW Mantul (Wolbachia Wis Masuk Bantul). Ini adalah program pengendalian DBD dengan teknologi nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia. Program ini dilaksanakan bekerja sama dengan World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta dan merupakan pelengkap program pengendalian dengue yang sudah ada (Dinas Kesehatan Bantul, 2022).
Teknologi nyamuk ber-Wolbachia ini aman karena menggunakan materi alamiah tanpa ada rekayasa genetik. Selain itu bakteri Wolbachia sudah umum di alam dan hanya dapat hidup di serangga. Wolbachia tidak menginfeksi nyamuk, hanya diturunkan melalui sitoplasma telur nyamuk. Selanjutnya nyamuk yang menetas dari telur yang mengandung Wolbachia memicu fenomena inkompatibilitas sitoplasmik, yang menyebabkan nyamuk Jantan ber-Wolbachia untuk memilih nyamuk betina ber-Wolbachia juga. Keberadaan Wolbachia pada nyamuk dapat menghambat replikasi virus pathogen yang dapat ditularkan melalui nyamuk seperti DBD, cikungunya, dan zika (O’Neill, 2018).
Uji darah yang dilakukan pada pemberi makan nyamuk didapatkan hasil negatif dari antibody sebagai respon adanya wolbachia. Wolbachia tidak dapat mengubah nyamuk Aedes dalam hal siklus hidup, perilaku, dan resistensi. Di samping itu sudah dilakukan assessment oleh tim independent dari berbagai latar belakang ilmu dan disimpulkan bahwa teknologi ber-Wolbachia adalah aman (Dinas Kesehatan Bantul, 2022).
Teknik WoW Mantul dilaksanakan dengan menitipkan ember di rumah warga dan fasilitas umum kecuali di fasilitas pelayanan kesehatn seperti puskesmas dan rumah sakit. Paket dimasukkan ke dalam ember, lalu dituang air bersih 0,7 – 1 liter dan diaduk. Ember diletakkan di luar rumah, di area / tempat :
- Terlindung dari sinar matahari
- Terlindung dari hujan
- Aman dari jangkauan anak-anak
- Mudah ketika akan melakukan penggantian paket.
- Jumlah Penderita DBD
Setiap 2 minggu telur diganti, penitipan dilakukan selama 6 bulan :
Dalam 2 minggu telur sudah menjadi nyamuk, kawin dengan nyamuk local tidak ber-Wolbachia akan mewariskan Wolbachia ke keturunannya. Dalam 6 bulan proporsi nyamuk berWolbachia sudah lebih dari 60%, nyamuk berWolbachia akan meningkat secara alamiah dari proses kawin. Nyamuk yang ber-Wolbachia ini menjadi berkurang umurnya sehingga durasi sebagai vektor penularan DBD juga berkurang. Wolbachia juga membuat potensi sebagai vektor sangat rendah, jika menggigit hanya gatal saja tetapi risiko terkena DBD sangat kecil. Ini terbukti efektif dalam menghambat penularan virus dengue dan mampu menurunkan 77% kasus dengue. Selain itu terbukti pula menurunkan kasus dengue yang dirawat di rumah sakit sebesar 86% (Dinas Kesehatan Bantul, 2022).
2.2 KERANGKA TEORI DAN KONSEP
Nyamuk ber-Wolbachia yang dilepas akan kawin menghasilkan keturunan nyamuk ber-Wolbachia juga, Nyamuk berwolbachia populasinya akan semakin banyak. Nyamuk ber-Wolbachia menurunkan potensi sebagai vektor, jika menggigit hanya akan menimbulkan rasa gatal tetapi risiko menimbulkan DBD sangat rendah. Makin lama nyamuk lokal akan punah dan digantikan oleh keturunan- keturunannya berupa nyamuk berWolbachia. Sehingga diharapkan makin lama angka kejadian DBD akan semakin berkurang bahkan nihil sebagai akibat populasi nyamuk makin lama makin didominasi oleh nyamuk berWolbachia bahkan hingga akhirnya nyamuk lokal juga punah.
Kerangka Teori

Kerangka Konsep

2.3 PERTANYAAN PENELITIAN
Benarkah setelah terselenggaranya Program WoW Mantul angka kejadian DBD di wilayah Puskesmas Pandak 1 menjadi turun dari sebelumnya ?
2.4 HIPOTESIS
Setelah pelaksanaan Program WoW Mantul di Wilayah Puskesmas Pandak 1 maka angka kejadian DBD di wilayah Puskesmas Pandak 1 akan turun.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian analisis deskriptif dengan metode pengumpulan data menggunakan data sekunder untuk mengkaji tentang angka kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah Puskesmas Pandak 1 pada tahun 2017-2022. Analisis dilakukan dengan membandingkan angka kejadian DBD di Desa Wijirejo dan Desa Gilangharjo dalam 5 tahun sebelum Program WoW Mantul dengan setahun setelah pelaksanaan Program WoW Mantul.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakn di wilayah Puskesmas Pandak 1 pada bulan Januari 2023 hingga Januari 2024
3.3 Informasi Penelitian
Data DBD didapatkan dari data SISKLB DBD dari Programer DBD Puskesmas Pandak 1. Data yang diambil merupakan data penderita DBD di wilayah Desa Wijirejo dan Desa GIlangharjo dalam 5 tahun sejak sebelum pelaksanaan Program WoW Mantul yaitu tahun 2017 hingga tahun 2022 dengan angka kejadian DBD setelah pelaksanaan Program WoW Mantul yaitu angka kejadian DBD pada tahun 2023.
3.4 Subjek Penelitian
3.4.1 Populasi Penelitian
Subyek penelitian ini meliputi seluruh warga yang tinggal di Desa Wijirejo dan Gilangharjo yang merupakan wilayah Puskesmas Pandak I.
3.4.2 Kriteria Inklusi
Penderita demam dengan trombositopenia yang terkonfirmasi menderita DBD
3.4.3 Kriteria Eksklusi
Penderita demam dengan trombositopenia namun bukan termasuk DBD
3.5 Definisi Operasional
Variabel | Definisi operasional | Jenis variabel |
| Kejadian DBD di wilayah Puskesmas Pandak I | Jumlah penderita demam dengan trombositopenia yang terkonfirmasi sebagai DBD baik dengan NS1 maupun IgM/IgG Dengue yang berada di wilayah Puskesmas Pandak I | Numerik |
3.6 Instrumen Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa data dari programmer DBD dan Microsoft Excel.
3.7 Analisis Data
Data yang diperoleh kemudian dimasukkan kedalam Microsoft Excel dan kemudian diolah untuk menganalisis kenaikan dan penurunan angka kejadian DBD di wilayah Puskesmas Pandak I
3.8 Etika Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian merupakan data sekunder yang diberikan oleh programmer DBD di Puskesmas Pandak I. data penelitian tidak digunakan untuk kepentingan lain yang tidak berkaitan dengan penelitian. Seluruh identitas subyek penelitian akan dijaga kerahasiaannya dan tidak untuk disebar luaskan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Pengamatan dilaksanakan di Puskesmas Pandak I pada bulan Januari 2023 hingga Januari 2024. Data DBD didapatkan dari data SISKLB DBD dari Programer DBD Puskesmas Pandak 1 meliputi angka kejadian DBD pada tahun 2017 hingga 2023.
4.1.2 Pelaksanaan Program WoW Mantul
Pelepasan nyamuk Aedes ber-Wolbachia dilaksanakan pada bulan April 2022, sehingga data yang diambil adalah data angka kejadian DBD pada tahun 2023 sebagai pembanding angka kejadian DBD pada tahun 2017 sampai 2022.
Nyamuk Aedes yang ber-Wolbachia diternakkan selama kurang lebih 6 bulan kemudian dilepaskan. Nyamuk ber-Wolbachia yang dilepaskan diharapkan akan kawin dengan nyamuk Aedes tidak ber-Wolbachia dan menghasilkan anak- anak nyamuk yang ber-Wolbachia juga.
4.1.3 Gambaran kasus DBD di wilayah Puskesmas Pandak I
2017 | 2018 | 2019 | 2020 | 2021 | 2022 | 2023 | |
| Wijirejo | 4 | 11 | 30 | 15 | 2 | 18 | 1 |
| Gilangharjo | 6 | 7 | 27 | 14 | 5 | 7 | 0 |
| Total kasus | 10 | 18 | 57 | 29 | 7 | 25 | 1 |
Tabel 1. Jumlah penderita DBD pada tahun 2017-2023 di wilayah Puskesmas Pandak I
Selama periode 2017 sampai dengan 2023 di wilayah kerja Puskemas Pandak 1 ditemukan penderita DBD sebanyak 147 orang yaitu 10 orang pada tahun 2017, 18 orang pada tahun 2018, 57 orang pada tahun 2019, 29 orang pada tahun 2020, 7 orang pada tahun 2021, 25 orang tahun 2022, dan 1 orang tahun 2023 (tabel 1).
Grafik 1. Gambaran peningkatan dan penurunan kasus DBD pada tahun 2017-2023 di wilayah Puskesmas Pandak I
Secara keseluruhan dari grafik di atas terlihat adanya perubahan yang signifikan pada jumlah penderita DBD. Tahun 2018 jumlah kasus DBD meningkat sebesar 44,44% dibandingkan tahun 2017, kemudian kasus meningkat sebesar 68,42% pada tahun 2019. Tahun 2020 kasus mengalami penurunan sebesar 52,63% dibandingkan tahun 2019, tahun 2021 sebesar 75,86 % dibandingkan tahun 2020. Tahun 2022 kasus DBD kembali meningkat sebesar 72% diibandingkan tahun 2021. Terlihat adanya penurunan jumlah penderita pada tahun 2023 sebesar 96% dibandingkan tahun 2022.
- Jumlah DBD per usia
2017 | 2018 | 2019 | 2020 | 2021 | 2022 | 2023 | Jumlah | |
0 - 5 | 0 | 1 | 9 | 5 | 1 | 4 | 0 | 20 |
6 - 11 | 0 | 4 | 9 | 2 | 0 | 7 | 1 | 23 |
12 - 17 | 2 | 5 | 15 | 8 | 2 | 4 | 0 | 36 |
18 - 23 | 2 | 2 | 11 | 3 | 3 | 6 | 0 | 27 |
24 - 29 | 1 | 2 | 4 | 1 | 1 | 2 | 0 | 11 |
30 - 35 | 0 | 0 | 0 | 4 | 0 | 0 | 0 | 4 |
36 - 41 | 0 | 0 | 3 | 2 | 0 | 0 | 0 | 5 |
42 - 47 | 2 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 2 |
48 - 53 | 1 | 0 | 4 | 2 | 0 | 1 | 0 | 8 |
54 - 59 | 0 | 2 | 1 | 0 | 0 | 0 | 0 | 3 |
60 - 65 | 2 | 0 | 0 | 0 | 0 | 1 | 0 | 3 |
66 - 71 | 0 | 1 | 1 | 0 | 0 | 0 | 0 | 2 |
72 - 77 | 0 | 1 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 1 |
Tabel 2. Jumlah penderita DBD per kelompok usia pada tahun 2017-2023 di wilayah Puskesmas Pandak I
Berdasarkan tabel diatas, didapatkan jumlah penderita DBD terbanyak pada kelompok usia 12-17 tahun, dan terbanyak kedua pada kelompok usia 18-23 tahun. Sedangkan kelompok penderita DBD paling sedikit pada usia 72-77 tahun.
Grafik 2. Gambaran peningkatan dan penurunan kasus DBD per kelompok usia
Berdasarkan table, jumlah penderita DBD mengalami peningkatan signifikan pada tahun 2018 ke 2019, terutama pada kelompok usia 12 – 17 tahun dan 18 – 23 tahun
4.2 Pembahasan
Kelompok usia dengan prevalensi terbanyak sepanjang periode tahun 2017 – 2023 merupakan remaja dan dewasa muda (12 – 23 tahun). Menurut kumar (2020) usia anak, remaja dan dewasa muda memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita DBD karena masih kurangnya kewaspadaan terhadap nyamuk yang menjadi vektor penyakit. Selain itu perubahan perilaku nyamuk menjadi diurnal atau lebih aktif pada siang hari juga semakin meningkatkan resiko tertular DBD. Anak kecil yang bermain di area terbuka atau remaja yang belajar di lingkungan dengan banyak nyamuk aedes tentu lebih beresiko untuk terkena DBD. pada wilayah Puskesmas Pandak I memang telah terjadi penurunan yang signifikan pada angka kejadian DBD setelah diberlakukannya program WoW Mantul, akan tetapi tingginya kasus pada anak, remaja, dan dewasa muda perlu dijadikan perhatian.
Program WoW Mantul dimulai pada April 2022 dengan dilakukannya pelepasan bibit nyamuk ber-Wolbachia. Setelah 6 bulan, pada bulan November 2022 jumlah nyamuk ber-Wolbachia sudah berjumlah setidaknya 60% dari total populasi nyamuk yang ada. Pemantauan jumlah penderita DBD setelah pelepasan nyamuk ber-Wolbachia dilakukan sejak awal tahun 2023. Diharapkan pada waktu tersebut jumlah nyamuk sudah lebih dari 60%. Penelitian ini menunjukkan bahwa angka kejadian DBD di wilayah Puskesmas Pandak I menurun sejak dilakukannya program WoW Mantul pada tahun 2022.
DBD ditularkan melalui vektor berupa nyamuk aedes yang tersebar di wilayah Perkebunan hingga pemukiman warga. Peningkatan kasus DBD dapat dikendalikan dengan mengurangi vektor penyakit tersebut, sehingga penggunaan program WoW Mantul diharapkan dapat bermanfat dalam menurunkan angka kejadian DBD. Namun masih banyak factor lain yang belum dapat dievaluasi untuk membantu mengurangi angka kejadian DBD di wilayah Puskesmas Pandak I. Salah satu factor yang menjadikan kasus DBD meningkat adalah cuaca dan suhu. Musim hujan yang Panjang cenderung akan meningkatkan populasi dari nyamuk aedes. Selain itu, menurut O’Neil (2018) keberadaan nyamuk ber-Wolbachia tidak dapat bertahan dalam jangka waktu lama, keberadaan Wolbachia pada nyamuk aedes juga dipengaruhi oleh suhu yang cenderung hangat pada area berkembangbiak. Selain itu, nyamuk ber-Wolbachia juga bisa kawin dengan nyamuk dengan virus dengue yang masuk dari wilayah lain. Tahun 2023 merupakan tahun dengan musim kemarau yang cukup panjang, sehingga dapat menjadi bias dalam penelitian ini.
4.3 Keterbatasan Penelitian
Data kasus penderita DBD pasca pelepasan nyamuk diambil pada tahun 2023 yang memiliki musim kemarau Panjang. Hal tersebut dapat menjadi bias dalam penelitian sehingga perlu dilakukan evaluasi jangka panjang terhadap program WoW Mantul yang dilaksanakan di wilayah Pandak I.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa angka kejadian demam dengue dan demam berdarah dengue menurun apabila dibandingkan dengan kejadian demam dengue dan demam berdarah dengue selama 5 tahun sebelum dilaksanakannya program WoW Mantul.
5.2 Saran
Diperlukan adanya evaluasi kejadian kasus demam dengue di wilayah Puskesmas Pandak I pada 2 hingga 4 tahun kemudian dibandingkan dengan 5 tahun sebelum adanya program WoW Mantul. Selain itu, diperlukan juga adanya perbandingan keberhasilan program WoW Mantul dengan wilayah lain yang ada di Kabupaten Bantul dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
5.3 Saran untuk Puskesmas Pandak I
Diperlukan adanya edukasi terkait program PSN, germas, dan PHBS ke Masyarakat. Selain itu diperlukan juga PSN di sekolah dan pelatihan terkait PSN untuk sanitarian sekolah
DAFTAR PUSTAKA
Bestari, R.S., Siahaan, P.P., (2018) Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Perilaku Mahasiswa Tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk (Psn) Demam Berdarah Dengue (Dbd) Terhadap Keberadaan Jentik Aedes Aegypti. Biomedika.
Buchori, D., Aryati, S., Hadi, U. K. M, Joseph, H. K. S.U. D. (2017). Kajian Resiko Terhadap Pelepasan Nyamuk Ber-wolbachia. Direktorat Jenderal Penguatan Ris dan Pengemb.
Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul, (2022). Buku Saku Program WoW Mantul. Pusat Kedokteran Tropis FKKMK UGM
Hidana, R. (2017) Efektivitas Ekstrak Daun Mimba ( Azadirachta Indica ) Sebagai Ovisida Aedes Aegypti. J Kesehat Bakti Tunas Husada J Ilmu-ilmu Keperawatan, Anal Kesehat dan Farm.
Kemenkes Ri (2020) Profil Kesehatan Indonesia 2020. Kementerian Kesehatan Ri.
Kumar, M., Verma, R.K., Nirjhar, S., Singh, M., (2020) Dengue in Children and Young Adults, a Cross-Sectional Study from the Western Part of Uttar Pradesh. Journal pf Family Medicine and Primary Care, 9(1): 293 - 297
Nurmaulina, W., Sumekar, D. W. (2016) Upaya Pengendalian Vektor Demam Berdarah Dengue , Aedes aegypti L . Menggunakan Bioinsektisida. Majority. 5(2):131–5.
O’Neill, S. L., (2018) The Use of Wolbachia by the World Mosquito Program to Interrupt Transmission of Aedes aegypti Transmitted Viruses. Springer Nature Singapore. 2018: 355-360
Suwandi, J. F., Halomoan, J. T. (2017). Pengendalian Vektor Virus Dengue dengan Metode Release of Insect Carrying Dominant Lethal (RIDL). Majority.
Berkas
| miniproww-fixx-bgttt.pdf |